Jamu Sebagai Alat Promosi – Liputan6.com, Jakarta – Wellness tourism menurut Global Wellness Institute (GWI) dapat didefinisikan sebagai perjalanan terkait dengan menjaga atau meningkatkan kondisi terbaik dari diri seseorang.
Di Indonesia sendiri, jamu turut ambil bagian sebagai alat promosi wisata wellness.
Director of Business Development and Innovation Mustika Ratu Kusuma Ida Anjani menyampaikan jamu kerap digunakan dalam aktifitas budaya dan berperan penting dalam wellness tourism.
Global wellness economy kini berdasarkan data GWI sebesar 4,5 triliun dolar AS (Rp66,7 triliun) dan salah satu kontributor teratas terdapat preventive and personalized medicine and public health serta traditional and complimentary medicine.
Baca Juga: Mustika Ratu Brightening Bengkoang Series Gelar Roadshow 12 Kota Besar, Bawa Mawar de Jongh
“Lalu, ada juga kategori healthy eating nutrition and weight loss, jamu bisa masuk ke dalam kategori tersebut. Kalau kita lihat dari kategori Global Wellness Economy di dunia traditional atau herbal medicine sudah menjadi kontributor utama dalam perekonomian,” kata Ajeng, begitu ia akrab disapa, saat dihubungi Liputan6.com, Selasa, 6 September 2022.
Ajeng melanjutkan jamu dapat memberikan daya tarik khusus untuk wellness tourism mengingat storytelling di Indonesia begitu besar.
Ia menyebut bahwa Tanah Air memiliki keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.
“Tumbuhan obat itu banyak sekali di Indonesia. Kita sangat kaya akan keberagaman budaya,” kata Ajeng.
Baca Juga: Mendukung Road To JMFW 2023, Kearifan Lokal Bakal Jadi Andalan Mustika Ratu Di Pasar Global
Ia menambahkan, “Kalau kita telusuri lagi storytelling tentang jamu untuk bisa berdampak dan menarik dalam wellness tourism.
Jamu sendiri merupakan turunan dari kata ‘jampi’ ‘oesodo’ yaitu obat dan doa, jadi setiap dalam pembuatan jamu itu ada ritual doanya juga.”
Dikatakan Ajeng, storytelling mengenai jamu tidak hanya diangkat sebagai kebiasaan dan gaya hidup.
Jamu juga akan sangat menarik untuk menjadi pusat tourism, baik dalam negeri dan juga dari luar negeri.
Baca Juga: Mustika Ratu Kembali Menjadi Official Make Up Paskibraka 2022
“Mustika Ratu mempunyai jamu untuk menjaga kesehatan dan menjadi gaya hidup. Ada jamu yang dikemas dalam kemasan ready to drink dan memiliki varian rasa kunyit asem, beras kencur, dan gula asem. Jamu Ready To Drink bahkan diekspor ke Jepang baru-baru ini,” katanya.
Pihaknya ingin memperkenalkan jamu ke generasi muda untuk mematahkan stigma bahwa jamu rasanya pahit dan terkesan kuno. Untuk itu kita ingin memperkenalkan melalui merk Jejamu by Mustika Ratu.
Jamu Sebagai Alat Promosi Dalam Wellness Tourism
“Kita membuat temulawak latte dan minuman lain dengan warna yang cukup unik, warna natural bahan alami. Ada juga jamu perpaduan leci dan bunga telang, yang bisa diterima generasi muda,” tambah Ajeng.
Pendekatan lainnya adalah dengan memperkenalkan jamu ke hotel-hotel. Ajeng menjelaskan pihaknya pernah bekerja sama dengan salah satu hotel bintang lima di Jakarta, yakni Fairmont Hotel.
Baca Juga: Membuat Cake Dari Jamu, Ide Mustika Ratu Meningkatkan Awareness Produk Jamu
“Saat 17 Agustus, di cafe hotel disiapkan aneka rasa Jejamu diantaranya temulawak latte, cocopandan latte, dan jahe merah sereh.
Disuguhkan sedemikian rupa agar jamu tidak hanya ditemui di jalan saja namun dapat terintegrasi ke ekosistem wellness tourism bahkan di hotel bintang lima,” kata Ajeng.
Kerja sama lainnya antara Mustika Ratu adalah dengan chef Sheraton yang dihadirkan saat gelaran International Wellness Tourism Conference and Festival atau IWTCF 2022.
Mereka menyuguhkan pie yang terbuat dari beras kencur. Smoothies yang berisi buah-buahan dicampur kunyit asam. Kari yang dimasak dengan kunyit asam menjadi suguhan berikutnya.
Baca Juga: Dorong Penjualan, MRAT Fokus di Inovasi
“Kita mau memperkenalkan jamu melalui wellness tourim karena tourism orang mau enjoy liburan. While liburan ingin menjaga kesehatan, healing, maintain mind body and soul, jamu salah satu bagian penting dari itu,” ungkap Ajeng.
Dalam wellness tourism, jamu menjadi pelengkap dalam ekosistem pelayanannya.
Seperti halnya dalam spa yang juga menggunakan rempah-rempah asli Indonesia.
Baca Juga: Mustika Ratu Terima Asia Africa Business Award 2022
Mustika Ratu memiliki spa yang menggunakan lulur dari rempah-rempah jamu, sari dipakai untuk minum, dan ampasnya bisa dijadikan scrub.
Di pabrik sudah terdapat manajemen limbah, ada buat pupuk dan lainnya. Dampak terhadap lingkungan juga sudah kami pikirkan” terang Ajeng.
Spa menjadi salah satu elemen dalam wellness economy, yakni personal care and beauty.
Peranan jamu dalam berjalannya spa tentu sangat penting.
Baca Juga: Delegasi G20 Mulai Datang ke Solo dan Disuguhi Jamu dari Mustika Ratu
Tamu diajak berdoa terlebih dahulu sebelum memasuki lokasi spa. Perawatan dilanjutkan dengan rempah-rempah yaitu scrub dari kunyit, masker dari bengkuang dan berendam dengan rempah seperti jahe, kayu manis, hingga sandalwood.
“Wanginya eksotis untuk orang-orang dari luar yang berlibur di Indonesia dimana hal tersebut tidak ditemui di luar negeri.
Setelah perawatan, kita suguhkan jamu, beri paket wellness tourism yang holistik dari luar perawatan kulit dan wajah dari dalam itu ada jamu,” terang Ajeng.
Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Muhammad Neil El Himam mengungkapkan bahwa gaya hidup sehat menjadi tren keseharian masyarakat dunia.
Baca Juga: Tembus Ekspor ke Jepang, Jamu Mustika Ratu Beri Kebanggaan Bagi Indonesia
Tak sedikit pula yang menyadari bahwa wellness ini adalah salah satu upaya transformatif. Dari kondisi tidak berkualitas atau unwell menjadi hidup yang berkualitas atau wellbeing life.
“Indonesia memiliki potensi besar pada tumbuh-tumbuhan yang dapat menjadi obat. Dari 40 ribu tanaman obat dunia, sebagian besar terdapat di Indonesia. Ada sebanyak 1.600 jenis tanaman obat yang berpotensi menjadi produk ramuan,” kata Niel dalam bincang daring, beberapa waktu lalu.
Data Kementerian Perindustrian pada 2020, penjualan jamu dalam negeri mencapai Rp20 triliun dan di luar negeri senilai Rp16 triliun.
Baca Juga : Ubud Food Festival Tampilkan Menu Spesial Dari Puteri Indonesia 2022
Hal tersebut berkontribusi terhadap dua persen konsumsi herbal di dunia.
“Indonesia menjadi destinasi spa yang menduduki peringkat 17 dunia dalam Top 20 Market dengan pendapatan spa di 2020 mencapai 1 miliar dolar AS.
Kondisi ini menjadi peluang sekaligus momentum yang penting bagi Kemenparekraf untuk mendorong pariwisata yang berkualitas,” tambahnya.***