Jakarta – Prospek bisnis industri kosmetik di Indonesia semakin cerah, dengan Kementerian Perindustrian terus mendorong daya saing produk kosmetik lokal.
Upaya semacam ini tidak hanya untuk mendominasi pasar domestik, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen kosmetik global yang kompetitif.
“Kami berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan industri kosmetik serta meningkatkan daya saing dan keberlanjutannya,” ujar Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT), Reni Yanita, dalam Forum Komunikasi Bakohumas bertema “Lokal ke Global: Menjadikan Industri Kosmetik Indonesia Pemain Utama,” di Jakarta, Selasa (5/11).
Industri Kosmetik Semakin Cantik, Potensi Bahan Baku Alami Dilirik
Pertumbuhan industri kecantikan, khususnya kosmetik, memang semakin menjanjikan. Jumlah pelaku usaha kosmetik mengalami lonjakan sebesar 43,11 persen dalam tiga tahun terakhir. Dari 726 pelaku usaha pada tahun 2020 menjadi 1.039 pada 2023.
Industri kosmetik juga berkontribusi 6,8 persen terhadap PDB sektor industri pengolahan non-migas pada tahun 2023. Industi kosmetik berada di posisi kedua setelah industri makanan dengan kontribusi sebesar 17,2 persen.
Reni menambahkan, industri kosmetik yang termasuk dalam kategori KBLI 20 kimia, kini berada dalam fase ekspansi selama 21 bulan berturut-turut, dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Oktober 2024 mencatat angka 52,75.
“Ini menunjukkan bahwa pandangan pelaku industri terhadap iklim usaha Indonesia selama enam bulan ke depan masih positif,” katanya.
Tren penggunaan bahan alami seperti minyak atsiri, tumbuhan herbal, dan rumput laut terus mendorong industri kosmetik lokal untuk mengembangkan produk berkualitas tinggi.
Data Statista memperkirakan, pendapatan global dari kosmetik natural akan tumbuh rata-rata 6,85 persen hingga 2028. Di Indonesia sendiri diproyeksikan tumbuh 5,9 persen per tahun hingga tahun 2028.
Indonesia yang memiliki lebih dari 30.000 jenis tanaman berkhasiat, baru memanfaatkan sekitar 350 jenis untuk industri kosmetik. “Peluang ini harus dimanfaatkan oleh industri lokal untuk menciptakan keunikan dan daya saing,” tambah Reni.
Peluang lain yang bisa dimanfaatkan adalah produksi kosmetik halal. “Dengan besarnya jumlah penduduk muslim di Indonesia dan mulai diwajibkannya produk halal, industri kosmetik nasional harus meningkatkan produksi dan variasi kosmetik halal,” kata Reni.
Data dari Indonesia Halal Economic Report 2021/2022 menunjukkan Indonesia menjadi konsumen halal terbesar kedua dengan nilai pasar USD4,19 miliar pada 2022.
Mustika Ratu Fokus pada Bahan Alami
Sebagai pelaku utama di industri kosmetik lokal, PT Mustika Ratu Tbk (MRAT) tidak hanya fokus pada keuntungan komersial, tetapi juga menjunjung nilai-nilai kearifan lokal dan keberlanjutan.
Presiden Direktur PT Mustika Ratu Tbk, Bingar Egidius Situmorang, menyatakan bahwa Mustika Ratu telah bertransformasi menjadi ikon kosmetik berbasis bahan alami, memadukan warisan budaya dengan inovasi modern. “Perizinan dan standar kami sudah lengkap, sehingga produk Mustika Ratu aman bagi konsumen,” ujar Egi.
Beroperasi sejak 1978, PT Mustika Ratu Tbk telah memenuhi standar produksi internasional, dengan sertifikasi GMP, CPKB, CPOTB, ISO, dan halal.
Pada 2023, perusahaan mencatatkan peningkatan penjualan bersih sebesar 5,41 persen dan kenaikan laba kotor sebesar 25,86 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Ini didorong oleh pertumbuhan produk perawatan diri sebesar 7,13 persen.
Dengan strategi ekspansi agresif, Mustika Ratu menambah negara tujuan ekspor dari 40 pada 2023 menjadi 43 negara pada tahun ini.
Berkat upaya ini, Mustika Ratu berhasil meraih penghargaan “Best Export Expansion” di Indonesia Halal Award (IHYA) 2023 dari Kementerian Perindustrian. “Kami berterima kasih kepada Kemenperin atas apresiasi ini,” pungkas Egi.**